Ilustrasi Topi Polisi |
DS dilaporkan seorang warga, bernama Rahman, melakukan pemerasan terkait kasus dugaan penimbunan bahan bakar minyak (BBM).
Kabid Propam Polda Kalsel, AKBP Winarto, mengatakan, pemanggilan itu untuk meminta klarifikasi DS terkait laporan warga tersebut.
"Terlapor (DS) pasti kita panggil untuk memintai klarifikasinya, namun kita belum memastikan kapan akan dilakukan," kata Winarto, Sabtu (19/1/13).
Winarto mengaku, untuk saat ini pihaknya memanggil sejumlah saksi terlebih dahulu. "Saksi-saksi akan kita periksa, setelah itu terlapor," ujarnya.
Setelah diperiksa, lanjut Winarto, pihaknya akan menyerahkan permasalahan tersebut ke atasan DS untuk diberikan sanksi.
"Ankumnya nanti yang berwenang, kita hanya memberikan rekomendasi hasil pemeriksaan saja," tukas Winarto.
Sebelumnya, Rahman mengaku menyerahkan uang sebesar Rp 70 juta sebagai tebusan pembebasan dirinya yang dijerat kasus BBM, Kamis (10/1/2013) lalu.
"Uang itu saya serahkan langsung kepada terlapor (DS) sehari setelah saya ditahan," tutur Rahman.
Rahman merupakan pedagang kecil kios eceran minyak tanah yang diperoleh dengan cara membeli dari penjaja eceran keliling.
Minyak tanah itu kemudian ia jual lagi kepada ibu-ibu rumah tangga sekitar lingkungan rumahnya untuk keperluan memasak sehari-hari.
Namun jualan minyak yang diwariskan kakeknya, bernama Idar sejak 1968, itu dianggap ilegal sehingga Rahman ditangkap dan minyak tanahnya sebanyak delapan drum disita dijadikan sebagai barang bukti.
"Sejak sore saya menjalani pemeriksaan hingga pukul 03.00 Wita di ruang Tipiter Polresta Banjarmasin," ujar Rahman.
Keesokan harinya, atau Jumat (11/1/2013) pagi, DS mendatangi dirinya di ruang pemeriksaan untuk melakukan negoisasi terkait kasusnya.
"Saya lalu diminta terlapor membayar Rp 100 juta untuk melepaskan saya dan menutup kasus tersebut," aku Rahman. Rahman yang bingung karena ditahan sejak kemarin mencoba nego dengan memberikan penawaran Rp 50 juta.
"Lalu saya bilang, kalau Rp 100 juta kasusnya lebih baik diteruskan saja biar saya diproses hukum," tambah dia.
Terlapor kemudian meninggalkan Rahman di ruang kerjanya. Beberapa jam kemudian terlapor datang dan menurunkan harga menjadi Rp 80 juta.
Namun Rahman tetap bersikeras hanya sanggup membayar Rp 50 juta karena hanya itu uang yang dimilikinya.
"Terlapor kembali meninggalkan saya dan beberapa jam kemudian menurunkan lagi hingga Rp 70 juta. Saya yang panik sudah lama ditahan lalu mengiyakan saja," tambah Rahman.
Ia pun menelepon istrinya dan meminta untuk menyiapkan uang sebesar Rp 70 juta dan dibawa ke Mapolresta. "Istri saya datang bersama anak saya. Di ruangan berdua dengan terlapor, saya lalu menyerahkan uang tersebut," ungkap Rahman.
Jumat sekitar pukul 11.00 Wita Rahman dilepas penyidik dan barang bukti diminta untuk dibawa pulang.
Masalah kemudian timbul saat ayah Rahman, H Riduan Syahrani yang memberikan pinjaman Rp 20 juta mengetahui bahwa putranya bebas dengan uang pelicin sebesar Rp 70 juta.
"Ayah saya mengira hanya Rp 20 juta saja yang diserahkan. Setelah dia tahu uang yang disetor Rp 70 juta dia marah dan menyuruh saya melaporkan kasus ini ke Propam Polda Kalsel," kata Rahman lagi.
Riduan, pensiunan PNS Banjarmasin, itu marah karena uang Rp 20 juta yang dipinjamkan ke putranya rencanakan akan digunakan untuk umroh.
"Beliau (Riduan) mau menyetorkan uang umroh itu, karena saya perlu lalu saya pinjam," tandas Rahman.
Kasus pemerasan tersebut tidak hanya dilaporkan ke Propam Polda, tapi Riduan Syahrani yang mewakili Rahman, juga melayangkan surat ke Kapolri dan Kompolnas.
Laporan juga ditembuskan ke Ketua Komisi III DPR RI, Kapolda Kalsel, Propam Polda, Kapolresta, dan Kapolseta Banjarmasin Selatan.
Sumber: Fokusmanado.com
0 komentar:
Posting Komentar